Balita
Anda susah makan? Sebelum menderita kurang gizi, beri dia madu setiap
hari. Dari penelitian terbukti, madu bisa menambah nafsu makan,
menurunkan tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek, di samping itu
lengkap kandungan gizinya.
Memberi
makan anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) memang
gampang-gampang susah. Kalau si anak punya nafsu makan tinggi, orang tua
tidak bakal repot. Diberi makan apa saja balita itu akan menyantapnya
dengan lahap. Sebaliknya, anak balita yang bernafsu makan rendah atau
susah makan, membuat orang tua sering kewalahan, bahkan hampir
kehilangan akal untuk membujuknya makan.
Berbagai
jenis makanan dicobakan. Reaksi si anak cuma membuang kembali makanan
di mulutnya bila tidak sesuai kesukaannya. Celakanya, makanan
kesukaannya justru kurang bergizi. Padahal, variasi makanan sangat
perlu. Kalau keadaan ini berlanjut bisa-bisa si anak menderita kurang
makan dan kurang gizi, sehingga mudah sakit. Akibat semua itu proses
tumbuh kembangnya menjadi tidak normal. Yang paling merisaukan, bila ia
menjadi bagian dari generasi tanpa masa depan (lost generation).
Meningkatkan nafsu makan
Untunglah
ada hasil penelitian Y. Widodo. Peneliti pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi di Bogor ini, tahun lalu membawa kabar gembira bagi
para orang tua yang memiliki anak kurang energi protein (KEP). Ia
melaporkan bahwa pemberian madu secara teratur setiap hari dapat
menurunkan tingkat morbiditas (panas dan pilek) dan memperbaiki nafsu
makan anak balita.
Penelitian
dilakukan terhadap balita pasien Klinik Gizi, Puslitbang Gizi, yang
menderita kurang energi protein (KEP) akibat krismon. Ada 51 balita usia
13 – 36 bulan yang terlibat dalam penelitian. Mereka dibagi menjadi dua
kelompok, pertama Kelompok Madu (25 orang) sebagai sampel, dan kedua
Kelompok Sirop (26 orang) sebagai kontrol. Kedua kelompok sama-sama
diberi tambahan vitamin B-kompleks dan vitamin C (50 mg).
Indikator
yang diamati antara lain data antropometri (umur, bobot badan,
tinggi/panjang badan), sosial-ekonomi, recall konsumsi, riwayat
kesehatan anak pada saat sebelum, selama, dan sesudah perlakuan sekitar
dua bulan.
Hasil
penelitian menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek
kelompok madu atau sampel menurun, nafsu makan meningkat, porsi dan
frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi energi dan protein mereka
juga meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat sirop.
Sebagian data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1..
Manfaat
kesehatan pemberian madu yang tampak dalam penelitian tersebut antara
lain disebabkan oleh dua hal. Pertama, madu merupakan makanan yang
mengandung aneka zat gizi sedangkan gula hanya mengandung energi atau
kalori. Kedua, madu ternyata juga mengandung senyawa yang bersifat
antibiotik.
Mengandung faktor pertumbuhan
Kandungan
gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat seperti gula fruktosa
(41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin (1,5%). Karbohidrat
madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang diperlukan balita.
Kadar
protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Namun kandungan asam
aminonya cukup beragam, baik asam amino esensial maupun non-esensial.
Asam amino tersebut turut pula memasok sebagian keperluan protein tubuh
balita.
Vitamin
yang terdapat dalam madu antara lain vitamin B1, vitamin B2, B3, B6,
dan vitamin C. Sementara mineral yang terkandung dalam madu antara lain
kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor, dan sulfur.
Meskipun jumlahnya relatif sedikit, mineral madu merupakan sumber ideal
bagi tubuh manusia karena imbangan dan jumlah mineral madu mendekati
yang terdapat dalam darah manusia.
Penelitian
menunjukkan, madu juga mengandung faktor pertumbuhan. Dilaporkan, stek
batang pohon yang dicelupkan dalam madu akan lebih cepat berakar dan
tumbuh lebih baik dibandingkan dengan stek yang ditanam tanpa perlakuan
madu.
Perbandingan kadar zat gizi madu secara umum terhadap gula pasir dapat dilihat pada tabel 2.
Madu
juga mengandung zat antibiotik. Kandungan ini merupakan salah satu
keunikan madu. Penelitian Peter C. Molan (1992), peneliti dari
Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, di Hamilton,
Selandia Baru membuktikan, madu mengandung zat antibiotik yang aktif
melawan serangan berbagai patogen penyebab penyakit.
Beberapa
penyakit infeksi berbagai patogen yang dapat “disembuhkan” dan dihambat
dengan (minum) madu secara teratur antara lain penyakit lambung dan
saluran pencernaan; penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA), batuk dan demam; penyakit jantung, hati, dan paru;
penyakit-penyakit yang dapat mengganggu mata, telinga, dan syaraf.
Berdasarkan
hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari Departement of
Biochemistry, Faculty of Medicine, Universiti of Malaya, di Kualalumpur,
paling tidak ada empat faktor yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antibakteri pada madu. Pertama, kadar gula madu yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat
hidup dan berkembang.
Kedua,
tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan
dan daya hidupnya sehingga bakteri tersebut merana atau mati. Ketiga,
adanya senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh
mikroorganisme patogen. Dan faktor keempat, adanya senyawa organik yang
bersifat antibakteri. Senyawa organik tersebut tipenya bermacam-macam.
Yang telah teridentifikasi antara lain seperti polyphenol, flavonoid,
dan glikosida.
Takaran minum madu
Untuk
mendapatkan manfaat kesehatan dari madu, cairan manis yang menjadi
cadangan makanan koloni lebah ini harus dikonsumsi secara teratur. Dalam
penelitian Widodo tersebut balita sampel diberi madu sebanyak 20 gram
setiap hari. Madu tersebut tidak dianjurkan untuk bayi usia 0 – 4 bulan,
karena makanan pertama dan yang utama untuk mereka adalah air susu
ibunya (ASI). Setelah usia 4 bulan baru boleh diberi madu seiring dengan
pemberian makanan tambahan sesuai anjuran.
Menurut
Muhilal, 2-3 sendok makan madu 2 X sehari sudah cukup memadai untuk
menjaga stamina dan kesehatan tubuh. Namun untuk penyembuhan atau
pengobatan, madu lebih baik dikonsumsi dalam bentuk larutan dalam air
karena akan memudahkan penyerapannya di dalam tubuh. Madu tersebut
sebaiknya dikonsumsi dua jam sebelum makan atau tiga jam sesudah makan.
Selain
menambahkan madu pada menu makanan balita secara teratur, tentu saja
berbagai upaya kesehatan lainnya seperti pengobatan medis, pemberian
makanan tambahan, dan imunisasi umum, harus pula dilakukan. Upaya
tersebut akan lebih mempercepat upaya pemulihan kesehatan dan perbaikan
gizi balita, terutama yang susah makan, sehingga mereka terhidar
kemungkinan menjadi generasi tanpa masa depan (Mohamad Harli, Sarjana
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB)
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Mei/madu.htm/